Gudang ilmu
Selasa, 30 Maret 2010
MOGOK KERJA (MK)
1. Apa yang dimaksud dengan Mogok Kerja (MK) ?
Mogok kerja adalah tindakan pekerja secara bersama-sama menghentikan atau memperlambat pekerjaan sebagai akibat gagalnya perundingan penyelesaian perselisihan industrial yang dilakukan, agar pengusaha memenuhi tuntutan pekerja.
2. Apa yang dimaksud dengan Mogok Kerja hanya dapat dilakukan di perusahaan yang bersangkutan saja?
Pada dasarnya mogok kerja hanya dapat dilakukan dan dilaksanakan di satu perusahaan namun dapat pula di beberapa perusahaan dalam satu kelompok perusahaan.
Pakerja dan atau Serikat Pekerja dapat mengirimkan delegasi dalam jumlah terbatas kepada instalasi/organisasi/lembaga untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi.
3. Mogok Kerja yang bersifat Normatif, dibayarkan upahnya atau tidak?
Mogok Kerja Normatif, yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengusaha wajib membayar upah selama pekerja mogok kerja sampai pengusaha melaksanakan kewajibannya. Mogok kerja diluar alas an tersebut, pengusaha tidak diwajibkan membayar upah selama pekerja mogok kerja.
4. Apa yang dimaksud dengan mogok kerja hanya dapat dilakukan setelah memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi pemerintah?
Yang dimaksud dengan pemberitahuan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi pemerintah adalah untuk memberi kesempatan kepada pengusaha dan instansi terkait untuk mengambil langkah-langkah penyelesaian guna menghindari terjadinya mogok kerja.
Pemberitahuan secara tertulis dan ditanda tangani oleh pengurus serikat pekerja yang akan melakukan mogok kerja. Pemberitahuan tersebut harus sudah diterima dalam waktu 7 x 24 jam sebelum dilakukan mogok kerja.
5. Apa upaya-upaya dari pihak pekerja dan pengusaha agar tidak terjadi mogok kerja ?
Upaya-upaya yang bersifat preventif dan educatif dilakukan oleh Pengusaha :
a. Adanya keterbukaan dan bersedia menerima kehadiran Serikat Pekerja
b. Adanya sifat tanggap terhadap keadaan upah pekerja dan kesejahteraan karyawan termasuk keluargannya
c. Pekerja diperhatikan dengan lebih manusiawi dan diperlakukan sebagai mitra
d. Dikembangkan forum komunikasi dan kebiasaan bermusyawarah untuk mufakat sesuai dengan HIP
e. Meningkatkan hubungan yang harmonis dengan serikat pekerja
Adapun pekerja perlu melaksanakan hal-hal berikut :
a. pimpinan unit kerja FSPSI mampu mengembangkan komunikasi serta mampu memahami masalah yang dihadapi perusahaan
b. pekerja dituntut untuk dapat mengendalikan diri dan mampu mengembangkan musyawarah untuk mufakat sesuai HIP
c. pekerja tidak bersifat konfrontatif terhadap pengusaha dan menghindari diri dari perbuatan yang distruktif
6. Apa yang dimaksud dengan pengusaha dilarang melakukan tindakan yang bersifat pembalasan, jika mogok kerja menuntut hak normative pekerja?
Tindakan pembalasan tersebut misalnya pemutusan hunungan kerja (PHK) atau tindakanlain yang merugikan hak dan kepentingan pekerja
7. Apa yang menyebabkan terjadinya mogok kerja oleh para pekerja?
a. mogok kerja dilakukan apabila perselisihan industrial tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pihak yang berselisihan atau tidak dapat diselesaikan melalui penyelesaian perselisihan industrial
b. mogok kerja dilakukan bila pengusaha tidak melaksanakan tuntutanhak-hak pekerja yang bersifat normative atau tidak memenuhi tuntutan kepentingan pekerja/serikat pekerja yang telah diupayakan penyelesaiannya melalui perundingan tetapi tidak berhasil
LEMBAGA PENYELESAIAN PERSELISIHAN INDUSTRIAL (LPPI)
1. Apa yang dimaksud dengan Penyelesaian Perselisihan Industrial (PPI)?
Perselisihan Industrial adalah perselisihan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau gabungan serikat pekerja karena tidak adanya penyesuaian paham mengenai pelaksanaan syarat-syarat kerja, pelaksanaan norma kerja, hubungan kerja atau kondisi kerja.
2. Perselisihan antara Pekerja dan pengusaha meliputi perselisihan apa saja?
Perselisihan meliputi antara lain :
a. Pelaksanaan syarat-syarat kerja di perusahaan
b. Pelaksanaan norma kerja di perusahaan
c. Hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja
d. Kondisi kerja di perusahaan
3. Apa yang dimaksud dengan syarat-syarat kerja?
Yang dimaksud dengan Norma Kerja adalah hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja yang diatur dalam peraturan perusahaan, Kesepakatan Kerja Bersama, atau yang timbul karena persetujuan kedua pihak
4. Apa yang dimaksud dengan Norma Kerja ?
Adalah ketentuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yang harus dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja.
5. Apa yang dimaksud dengan perselisihan hubungan kerja?
Adalah perselisihan yang disebabkan oleh ketidak sepahaman antara kedua pihak mengenai pelaksanaan hubungan kerja.
6. Apa yang dimaksud dengan kondisi kerja?
Yang dimaksud dengan kondisi kerja antara lain meliputi fasilitas, peralatan, dan lingkungan kerja.
7. Apa yang dimaksud dengan upaya pencegahan perselisihan industrial lebih diutamakan?
Pencegahan akan lebih berhasil, bila ditingkat perusahaan terdapat Mekanisme penampungan keluh kesah dapat disalurkan secara cepat, tepat dan benar.
8. Dalam perselisihan industrial antara pengusaha dan pekerja, bila tidak terdapat kesepakatan, jalur-jalur apa sajakah yang dapat ditempuh lagi?
Jalur-jalur yang dapat ditempuh :
a. Jalur Pengadilan
b. Jalur di luar Pengadilan
1. ARBITRASI
1. Apa saja yang perlu diketahui tentang Arbitrasi dalam rangka turut serta menyelesaikan perselisihan industrial?
Yang perlu diketahui adalah :
a. Arbitrasi hanya dapat dilakukan atas dasar kehendak dan kesepakatan para pihak yang berselisih dan dinyatakan secara tertulis
b. Penunjukkan arbiter dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak yang berselisih
c. Surat perjanjian tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan setelah dimulainya siding arbitrasi
d. Surat perjanjian memuat pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan.
e. Penyerahan sepenuhnya tentang proses dan tata cara kerja arbitrasi dalam penyelesaian tugasnya
f. Keputusan arbitrasi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para yang berselisih dan merupakan keputusan yang bersifat akhir dan tetap.
g. Keputusannya berdasarkan hukum, keadilan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Apa saja yang dimuat dalam keputusan Arbitrasi?
a. Kepala keputusan yang berbunyi “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
b. Hal-hal yang memuat dalam surat perjanjian yang diajukan oleh pihak yang berselisih
c. Ikhtisar dari tuntutan, jawaban dan penjelasan lebih lanjut para pihak yang berselisih
d. Pertimbangan yang menjadi dasar keputusan
e. Pokok keputusan
f. Tempat, tanggal keputusan dan tanda tangan oleh Arbiter.
2. MEDIASI
1. Apa saja yang perlu diketahui tentang Mediasi dalam rangka turut serta menyelesaikan perselisihan industrial?
Yang perlu diketahui tentang Mediasi adalah :
a. Penyelesaian perselisihan dapat dilakukan melalui Mediasi
b. Mediasi atas dasar permintaansalah satu atau kedua belah pihak
c. Permintaan disampaikan secara tertulis kepada pegawai perantara dalam hal ini pegawai teknis dari Depnaker yang bertindak sebagai Mediator.
d. Mediator menyelesaikan tugas-tugas dalam waktu peling lama 30 hari kerja, hasilnya dinyatakan dalam bentuk anjuran tertulis
e. Para pihak yang berselisih tunduk dan melaksanakan persetujuan bersama.
f. Bila perelisihan dapat diselesaikan oleh Mediasi, Mediator membuat persetujuan bersama yang telah ditanda tangani oleh Mediator dan pihak-pihak yang berselisih.
g. Bila perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan melalui Mediasi, Mediator segera melimpahkan kepada Lembaga Penyelesaian Perselisihan Industrial yaitu P4 D/P. yang dimaksud adalah Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah dan Pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.
LEMBAGA PENYELESAIAN PERSELISIHAN INDUSTRIAL (LPPI)
1. Apa yang dimaksud dengan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Industrial (LPPI) ?
Adalah lembaga yang bertugas untuk menyelesaikan perselisihan industrial atau lembaga peradilan dibidang ketenegakerjaan
2. Bagaimana perselisihan industrial yang tidak dapat diselesaikan melalui mediasi?
Perselisihan industrial yang tidak dapat diselesaikan melalui mediasi, maka Mediator dengan memberitahukan kepada para pihak yang berselisih, segera melimpahkan erselisihan tersebut kepada Lembaga Penyelesaian Peselisihan Industrial.
PERATURAN PERUSAHAAN
1. Apa yang dimaksud dengan Perusahaan ?
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak yang memperkerjakan pekerja dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak milik orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara.
2. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Perusahaan (PP)?
Adalah Peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan.
3. Mengapa kewajiban memiliki Peraturan Perusahaan dilakukan secara bertahap?
Pada dasarnya kewajiban untuk memiliki Peraturan Perusahaan diberlakukan untuk semua perusahaan. Mengingat kondisi perusahaan tidak sama, maka dipandang perlu kewajiban ini dilaksanakan secara bertahap. Kewajiban memiliki peraturan perusahaan tidak diperlukan lagi bagi perusahaan yang telah memiliki Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).
4. Memuat apa sajakah ketentuan peraturan perusahaan tersebut ?
Memuat ketentuan sebagai berikut :
a. hak dan kewajiban Pengusaha
b. hak dan kewajiban Pekerja
c. syarat-syarat kerja
d. Tata tertib perusahaan
e. Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan
5. Apa yang dimaksud dengan peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan?
Yang dimaksud tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan apabila bertentangan, maka yang berlaku adalah peraturan perundang-undangan tersebut.
6. Bagaimana cara pengusaha memberitahukan kepada pekerja tentang peraturan perusahaan ?
Pemberitahuan dilakukan dengan cara membagikan salinan peraturan perusahaan kepada setiap pekerja, menempelkan peraturan perusahaan di tempat-tempat yang sangat strategis dan mudah dibaca oleh para pekerja dan memberikan penjelasan langsung kepada para pekerja.
F. KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB)
1. Apa yang dimaksud dengan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)?
Adalah Kesepakatan hasil perundingan yang diselenggarakan oleh serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja dengan pengusaha atau gabungan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja untuk mengatur dan melindungi hak dan kewajiban kedua belah pihak.
2. Siapakah yang berhak menyusun KKB ?
KKB disusun bersama oleh pengusaha dan serikat pekerja dari perusahaan yang bersangkutan dan dapat juga disusun oleh gabungan perusahaan dan gabungan serikat pekerja.
3. Berapa lamakah masa berlakunya KKB tersebut?
Masa berlakunya paling lama 2 tahun dan hanya dapat diperpanjang 1 kali untuk paling lama 1 tahun, dan harus disetujui secara tertulis oleh pengusaha dan pekerjanya.
4. Siapa sajakah yang berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan yang ada dalam KKB tersebut?
Yang berkewajiban adalah pengusaha dan serikat pekerja termasuk para pekerja. Dalam satu perusahaan hanya dimungkinkan satu KKB maka kesepakatan kerja tersebut adalah mengikat semua pekerja, baik yang menjadi anggota maupun yang bukan anggota serikat pekerja.
5. Memuat ketentuan mengenai apa sajakah KKB tersebut?
Memuat ketentuan sebagai berikut :
a. Hak dan kewajiban pengusaha
b. Hak dan kewajiban Serikat Pekerja serta Pekerja
c. Tata tertib perusahaan
d. Jangka waktu berlakunya KKB
e. Tanggal mulaina berlaku KKB
f. Tanda tangan para pihak pembuat KKB
6. Apa yang dimaksud salah satu pihak ingin mengadakan perubahan isi atau materi KKB?
Keinginan tersebut harus diajukan secara tertulis dengan argumentasi-argumentasi yang kuat antara pengusaha dan pekerja. Dengan ketentuan tidak boleh bertentangan dan tidak terpisahkan dari KKB yang sedang berlaku. Bila disetujui oleh kedua belah pihak maka dibuat dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
7. Apa yang dimaksud dengan perbedaan pokok antara Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) dengan Collective Bargaining (CB atau perundingan kolektif)?
CB didasarkan pada perundingan yang intinya atau pada dasarnya adalah adu kekuatan siapa yang kuat adalah pemenangnya.sedangkan KKB berdasarkan pada musyawarah untuk mufakat bukan adu kekuatan.
8. Apa kaitannya KKB dengan Demokrasi Pancasila?
KKB adalah hasil proses perumusan secara bersama antara pekerja, dan pengusaha sehingga memiliki kelebihan berupa :
a. Demokrasi perusahaan yang menuju kepada Demokrasi.
b. Peningkatan tanggung jawab Pekerja terhadap kemajuan perusahaan.
c. Pengembangan dan penerapan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat.
KKB itu penting untuk menciptakan ketenangan bekerja dan ketenangan untuk berusaha, karena adanya kejelasan mengenai hak dan kewajiban masing-masing yang disepakati secara sadar dan bersama-sama sesuai nilai-nilai Pancasila yang berkaitan erat dengan Demokrasi Pancasila.
HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA (HIP)
A. Serikat Pekerja (SP)
1. Apa yang dimaksud dengan ketenagakerjaan ?
ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,selama dan sesudah masa kerja.
2. Apa yang dimaksud dengan tenaga kerja ?
tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau perempuan yang sedang dalam dan atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
3. Apa yang dimaksud dengan pekerja ?
Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja didalam hubungan kerjasama pada pengusaha denagn menerima upah.
4. Apa yang dimaksud dengan Serikat Pekerja dan Gabungan Serikat Pekerja?
Serikat Pekerja adalah organisasi pekerja yang bersifat mandiri, demokratis, bebas dan bertanggung jawab yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja guna memperjuangkan hak dan kepentingan kaum pekerja dan keluarganya. Sedangkan Gabungan Serikat Pekerja adalah beberapa Serikat Pekerja yang bergabung atas dasar lapangan pekerjaan.
5. Mengapa istilah Buruh diganti menjadi istilah Pekerja ?
Sesungguhnya terdapat perbedaan yang besar antara Buruh dan Pekerja. Buruh bekerja semata-mata untuk mendapatkan upah dari orang lain, tanpa harus terlibat secara rohaniah kepada pekerjannya.Pekerja dapat mengembangkan prakarsa dan kreativitasnya secara optimal sehingga dapat mengembangkan kariernya, mulai dari tingkat paling bawah sampai pada tingkat paling tinggi dalam bidang karier yang dipilihnya.
Dalam golongan pekerja tidak saja tercakup para pekerja pelaksana, tapi juga Staf dan Direksi dari Badan-Badan Usaha yang seluruhnya merupakan mata rantai dari suatu pekerjaan untuk mencapai hasil.
Sejak tahun 1985 para Pekerja tidak menggunakan istilah Buruh lagi. Didalam Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 27 ayat 2 dinyatakan “Tiap-tipa warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
6. Apakah masih ada peraturan perundang-undangan yang menggunakan istilah Buruh ?
Masih ada, beberapa Undang-Undangyang masih berlaku dan masih menggunakan istilah Buruh antara lain sebagai berikut :
a. Undang-Undang No.3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 No.23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia.
b. Undang-Undang No.22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.
c. Undang-Undang No.12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta.
d. Lembaga Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuan Daerah/Pusat (P4 D/P).
7. Apa yang dimaksud istilah Tenaga Kerja Wanita (TKW) diganti menjadi Tenaga Kerja Wanita (NAKERWAN)?
Sejak tanggal 21 Januari 1997 dimulai kampanye penggunaan istilah Nakerwan bagi para pekerja wanita yang bekerja di luar negri, menggantikan istilah lama TKW.oleh menteri Negara Urusan Wanita Ny. Mien Sugandhi, himbauan tersebut karena TKW telah dicemari dengan prasangka-prasangka yang negative bahwa seluruh atau sebagian TKW yang bekerja di luar negri adalah TKW yang dilecehkan. Dimasa yang akan datang Nakerwan yang dikirim keluuar negri adalah tenaga yang handal, dan mampu mendatangkan kesejahteraan bagi dirinya, keluarga dan mendatangkandevisa bagi negara.
8. Apa yang dimaksud dengan Serikat Pekerja bersifat bebas, mandiri,demokratis, dan bertanggung jawab ?
Kebebasan untuk masuk atau tidak masuk menjadi anggota Serikat Pekerja merupakan salah satu hak dasar pekerja. Dengan demikian seluruh pekerja di perusahaan berhak membentuk serikat pekerja secara bebas, mandiri,demokratis dan bertanggung jawab untuk memperjuangkan kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan bersama. Oleh karena itu para pekerja harus dilindungi dari tindakan diskriminatif dalam arti bahwa pembentukan serikat pekerja tidak didasarkan atas aliran politik,agama,suku bangsa dan jenis kelamin. Yang dimaksud dengan serikat pekerja dibentuk secara musyawarah para pekerja adalah bahwa pembentukan serikat pekerja di perusahaan diselenggarakan denag bebas, mandiri dan tidak boleh dicampuri atau dipengaruhi oleh siapapun.
9. Apa yang dimaksud dengan Pengusaha dilarang menghalang-halangi pekerja untuk membentuk Serikat Pekerja ?
Tindakan pengusaha yang dianggap menghalang-halangi pekerjannya untuk membentuk dan menjadi pengurus atau anggota serikat pekerja antara lain sebagai berikut :
a. Pengusaha melakukan mutasi terhadap pekerja yang berinisiatif mendirikan serikat pekerja
b. Pengusaha tidak membayar upah kepada pekerja yang melaksanakan kegiatan serikat pekerjayang telah mendapat izin dari pengusaha
c. Pengusaha tidak memberikan kesempatan berupa waktu atau fasilitas bagi pekerja untuk mendirikan serikat pekerja
d. Dengan berbagai dalih, pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pengurus serikat pekerja
e. Pengusaha mengadakankampanye dan tindakan anti pembentukan serikat pekerja
f. Pengusaha mempengaruhi pembentukan dan pemilihan pengurus serikat pekerja
10. Apakah pekerja yang menduduki Jabatan tertentu didalam perusahaan dapat menjadi pengurus pekerja ?
Pekerja yang menduduki Jabatan tertentu seperti Manager Keuangan, Manager Personalia, Manager Perlengkapan dan lain sebagainya tidak diperkenankan menjadii pengurus serikat pekerja, karena posisinya mewakili kepentingan pengusaha, bukan kepentingan pengurus serikat pekerja.
11. Apa yang dimaksud Serikat Pekerja pada perusahaan harus terdaftar pada Pemerintah ?
Yang dimaksud dengan Serikat Pekerja terdaftar pada Pemerintahan adalah :
a. Sebagai pengakuan resmi terhadap serikat pekerja
b. Mengukuhkan hak-hak serikat pekerja mewakili anggotanya dalam membuat kesepakatan kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial.
c. Pengakuan terhadap serikat pekerja sebagai mitra didalam Lembaga Kerjasama Bipartit dan Tripartit pada setiap tingkatan serta sebagai perwujudan dari Konvensi ILO No.144 tentang Konsultasi Tripartit yang sudah diratifikasi dengan Keppres No.26 Tahun 1990.
d. Pengakuan terhadap serikat pekerja untuk menjalankan fungsi dan perannya dalam semua sarana HIP dan badan-badan lain.
12. Mengapa tanggal 20 Februari ditetapkan sebagai hari Pekerja Indonesia (HARPEKINDO) ?
Tekad pengabdian yang telah dinyatakan melalui Deklarasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia pada tanggal 20 Februari 1973, merupakan tonggak sejarah gerakan Serikat pekerja di Indonesia untuk menggalang persatuan dan kesatuan pekerja. Karena itu tanggal 20 Februari ditetapkan menjadi hari Pekerja Indonesia (HARPEKINDO) yang diperingati setiap tahun untuk mewujudkan HIP. Dikukuhkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden No.9 Tahun 1991 tanggal 20 Februari 1991.
13. Ada berapa banyakkah Hak-Hak Pokok Pekerja ?
Ada 6 hak-hak pokok pekerja yaitu sebagai berikut :
1. Hak atas pekerjaan sesuai dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 2 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
2. Hak atas pengupahan yang layak sesuai dengan Konvensi ILO No.100/1995 yang telah diratifikasi denagn UU No. 87 Tahun 1957 serta PP No.8 Tahun 1981.
3. Hak atas perlindungan meliputi :
a. perlindungan sosialyang tercermin dalam syarat-syarat kerja misalnya mengenai pekerja anak, pekerja orang muda, pekerja wanita, waktu kerja, waktu istirahat, dan tempat kerja (UU No.25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan ).
b. Perlindungan teknis yang tercermin dalam ketentuan kondisi kerja, kesehatan dan keselamatan kerja ( UU No.1 Tahun 1970 ).
c. Perlindungan ekonomis, perbaikan pengupahan dan kesejahteraan pekerja ( UU No.3 Tahun 1992 tentang Jamsostek dan No. 8 Tahun 1981).
4. Hak berorganisasi dan berserikat, termuat dalam Konvensi ILO No.98 yang telah diratifikasi di Indonesia dengan UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.
5. Hak untuuk berunding bersama termuat dalam Konvensi ILO No.98 yang telah diratifikasi. Hak ini berpuncak pada Kesepakatan Kerja Bersama ( KKB ).
6. Hak Mogok Kerja, sesuai dengan UU No.25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.
14. Apa yang dimaksud dengan Fungsi Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI)?
Fungsi dari FSPSI antara lain :
a. Pembela dan pelindung hak-hak dan kepentingan serta penyalur aspirasi pekerja.
b. Pendorong atau penggerak pekerja dalam turut menyukseskan Program Pembangunan Nasional khususnya social ekonomi.
c. Wahana meningkatkankesejahteraan pekerja Indonesia.
d. Wahana pembinaan kader-kader bangsa menunjang pembangunan nasional secara professional, disiplin, trampil, produktif dan berwawasan kebangsaan.
e. Mitra yang aktif dalam proses pengambilan keputusan politik ketenagakerjaan serta pelaksanaan control social terhadap pelaksanaanya.
15. Bagaimanakah Nilai Dasar Perilaku Pekerja Indonesia ?
a. Profesionalisme
bertekad sesuai dengan fungsi dan profesinya sebagai wadah pengabdian guna mewujudkan cita-cita bangsa yang tercantum dalam UUD 1945
b. Perjuangan
sarana perjuangan kaum pekerja khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.
c. Kesetiakawanan (solidaritas)
wadah pemersatu dan Pembina kebersamaan pekerja Indonesia sesuai denagn semangat kekeluargaan guna meningkatkan arti keberadaannya bagi kepentingan pekerja.
d. Musyawarah dan mufakat
lebih mengutamakan musyawarah untuk mufakat sesuai dengan Demokrasi Pancasila sebagai upaya pertama memecahkan semua persoalan yang dihadapi.
e. Etos kerja
akan melaksanakan pekerjaannya secara bertanggung jawab penuh dedikasi berikhtiar untuk bekerja lebih baik lagi. “hari ini lebih baik daripada hari kemare, dah Hari esok pasti jauh lebih baik dari hari ini”. Sesuai dengan Maskot Produktivitas Siproni Semut Hitam.
B. ORGANISASI PENGUSAHA (OP)
1. Apa yang dimaksud dengan pengusaha ?
a. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hokum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.
b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hokum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.
c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hokum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dalam huruf a,b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
2. Apa yang dimaksud dengan perjanjian kerja ?
Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan atau tertulis baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban.
3. Apa yang dimaksud dengan hubungan kerja sector formal?
Hubungan kerja sector formal adalah hubungan kerja yang terjalin antara pengusaha dan pekerja berdasarkan perjanjian kerja, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang mengandung adanya unsure pekerja, upah dan perintah.
C. LEMBAGA KERJASAMA BIPARTIT (LKB).
1. Apa yang dimaksud dengan Lembaga Kerjasama Bipartit ?
Yang dimaksud dengan Lembaga Kerjasama Bipartit adalah forum Komunikasi Konsultasi, dan musyawarah tentang masalah hubungan industrial di perusahaan yang anggotanya terdiri dari unsure pengusaha dan unsure pekerja.
2. Apa tugas dari Lembaga Kerja Bipartit (LKB)?
Adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah dalam memecahkan permasalahan-permasalahan ketenagakerjaan pada perusahaan guna kepentingan pengusaha dan pekerja.
Untuk memecahkan masalah perlu :
a. mengetahui secara pasti apa-apa yang berkembang di kalangan pekerja
b. melakukan antisipasi dan mencegah timbulnya masalah
c. meningkatkan produktivitas kerja
d. meningkatkan partisipasi aktif pekerja dalam memajukan perusahaan
D. LEMBAGA KERJASAMA TRIPARTIT (LKT)
1. Apa yang dimaksud dengan Lembaga Kerjasama Tripartit (LKT) ?
Adalah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah dalam rangka hubungan industrial, yang anggotannya terdiri dariunsur pengusaha, unsure pekerja dan unsure pemerintah.
2. Apa tugas dari Lembaga Kerjasama Tripartit (LKT)?
Tugasnya adalah memberikan pertimbangan dan pihak-pihak terkai dalam penyusunan kebikaksanaan dan pelaksanaan HIP serta pemecahan masalah ketenagakerjaan.
Untuk sector-sektor tertentu yang merupakan sector yang strategis yang memerlukan penanganan secara khusus dibentuk LKT sektoral tingkat nasional dan daerah. Anggota terdiri dari unsure pekerja, pengusaha dan pemerintah.
Minggu, 13 Desember 2009
Manfaat Belajar Hukum Dagang
Jumat, 20 November 2009
Akankah konfrontasi kebudayaan Indonesia-Malaysia merubah persaudaraan??
Memang tak dapat dipungkiri, Indonesia dan Malaysia adalah bangsa serumpun. Artinya Indonesia dan Malaysia merupakan bangsa yang memiliki kultur yang sama. Tapi!! apakah karena bangsa kita serumpun, maka Malaysia berhak mengklaim kebudayaan kita sebagai kebudayaannya juga??. Dalam hal ini jelas merupakan sebuah kesalahan. Tiap-tiap bangsa memiliki kebudayaan masing-masing yang merupakan ciri khas dari bangsa tersebut. Setiap kebudayaan yang dimiliki oleh suatu bangsa dapat menjadikan daya tarik tersendiri bagi bangsa tersebut.
Indonesia, bisa dibilang merupakan negeri yang memliki ratusan kebudayaan. Hampir di tiap-tiap provinsi di Indonesia memiliki kebudayaannya masing-masing. Walaupun Indonesia memiliki ratusan kebudayaan, bukan berarti bangsa lain berhak mengambil salah satu dari kebudayaan kita. Akhir-akhir ini sering kita dengar Malaysia mengakui kebudayaan kita berawal dari bangsanya. Bangsa malaysia mencoba mendaulat salah satu tarian kita, yaitu Tari Pendet. Hal ini jelas membuat masyarakat kita geram. Rasa persaudaraan yang telah kita jalin sekian lama dapat lenyap hanya karena kesalahan nila setitik. Malaysia mengaku tarian tersebut berasal dari negaranya, bahkan yang lebih parah lagi, tarian tersebut dimasukkan dalam promosi pariwisata Malaysia yang disiarkan oleh Discovery Channel, salah satu stasiun televisi terkenal dunia. Hal ini bukan yang pertama kali dilakukan oleh Malaysia. Reog Ponorogo, Batik, Angklung, Rendang, Lagu Rasa Sayange dan sebagainya juga pernah diakui mereka sebagai kebudayaannya. Apakah kita sebagai bangsa Indonesia hanya diam saja melihat satu-persatu kebudayaan kita direnggut oleh bangsa lain ?
Memang benar kita juga tidak memiliki sebuah bukti yang kuat di mata hukum bahwa kebudayaan tersebut berasal dari Indonesia. Namun, apabila kebudayaan tersebut sudah ada turun temurun dan bahkan telah diakui masyarakat dunia kebudayaan tersebut tidak perlu dibuktikan lagi keabsahannya. Di dalam Undang-Undang Perdata Nomor 19 Tahun 2002 mengenai hak cipta telah menjelaskan, “negara memegang hak cipta atas karya peninggalan sejarah, dan benda budaya nasional lainnya, negara juga memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, kareografi, tarian dan karya seni lainnya”. Jadi dengan demikian negara memiliki wewenang penuh bagi kebudayaan negaranya.
Beralih dari permasalahan perebutan kebudayaan, kita harus ingat bahwa bangsa Indonesia dan bangsa Malaysia merupakan bangsa serumpun. Walaupun terjadi konflik, kita harus tetap menjunjung tinggi rasa persaudaraan kita. Kita harus sadar emosi tidak akan menyelesaikan masalah bahkan hanya akan memperkeruh suasana. Ada baiknya permasalahan kebudayaan ini diselesaikan secara damai oleh kedua negara sehingga kejadian ini tidak menggangu hubungan antar negara. Kita sebagai bangsa Indonesia harus mulai berpikir secara rasional. Karena dengan berpikir secara rasional dapat menunjukkan bahwa negara kita adalah negara yang kuat, sehingga bangsa lain tidak akan berani kembali mengakui kebudayaan kita.
Subyek Hukum dalam perekonomian
Peran sektor usaha dalam pemenuhan, pemajuan, dan perlindungan HAM di Indonesia tidak lepas dari Global Compact yang digulirkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (tahun 1999) dan dokumen PBB tentang tanggung jawab perusahaan (transnational) terhadap HAM (disahkan dalam tahun 2003). Bersama-sama dengan sepuluh asas Global Compact (GC), maka konsep Corporate Social Responsibilities (CSR) sekarang merupakan bagian pedoman melaksanakan Good Corporate Governance (GCG). Sekarang, masalah etika bisnis dan akuntabilitas bisnis makin mendapat perhatian masyarakat di beberapa negara maju, yang biasanya sangat liberal dalam menghadapi perusahaan-perusahaannya, mulai terdengar suara bahwa karena “self-regulation” terlihat gagal, maka diperlukan peraturan (undang-undang) baru yang akan memberikan “higher standards for corporate pratice” dan “tougher penalties for executive misconduct”(1). Global Compact terdiri dari sepuluh asas: dua di bidang HAM (no. 1-2), empat di bidang standar tenaga kerja (no. 3-6), tiga di bidang lingkungan hidup (no. 7-9), dan satu di bidang anti-korupsi (no.10; masuk tahun 2004). Asas-asas dalam GC ini dapat ditemukan pula dalam berbagai peraturan perundang-undangan kita, khususnya mengenai ketenagakerjaan, perlindungan lingkungan hidup, dan pemberantasan korupsi. Tentang HAM kita tentu merujuk kepada KomNas HAM dan Konstitusi (UUD 1945) kita yang mempunyai Bab XA tentang HAM (Pasal 28 A s/d Pasal 28J - Perubahan II tahun 2002)(2).
Dalam Kerangka Acuan (TOR) pertemuan ini antara lain dijelaskan bahwa Corporate Social ResponsibillitY (CSR) telah diterapkan oleh sejumlah perusahaan multinasional dan nasional di Indonesia. Umumnya kepatuhan dan pelaksanaan CSR ini dikaitkan dengan program Community Development (CD) dan dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
Sebenarnya CSR tidak saja berhubungan dengan CD, justru CSR harusnya lebih terkait pada GC. Sebagaimana kita tahu GC adalah sejumlah asas yang berlaku secara sukarela pada perusahaan yang mau turut serta dalam GC tersebut. Peningkatan CSR akan memperkuat pengaruh GC pada perilaku perusahaan (corporate behaviour).
Corporate Social Responsibility (CSR)
Wineberg dan Rudolph(3) memberi definisi CSR sebagai:
“The contribution that a company makes in society through its core business activities, its social investment and philanthropy programs, and its engagement in public policy”.
Selanjutnya dikatakan bahwa konsep CSR itu memang agak tumpang tindih, (overlap) dengan konsep (good) corporate governance (CG) dan konsep etika bisnis (EB). Dalam CG kita mengacu pada standar dasar yang bertujuan pada ketaatan (compliance) terhadap peraturan negara maupun aturan internal perusahaan. Etika bisnis lebih luas konsepnya, didasarkan pada nilai-nilai yang melampaui ketentuan atau norma aturan (peraturan). Pada dasarnya CG dan EB fokusnya adalah pada internal perusahaan dan diwujudkan sebagian besar dalam bentuk aturan (rules-based flavour)(4).
Sebaliknya, masih menurut Wineberg(5), CSR itu lebih berdasarkan nilai-nilai (values-based) dan fokusnya keluar (external) perusahaan. Karena itu CSR juga ditujukan pada jajaran stakeholder yang lebih luas. Misalnya, stakeholder internal, seperti: pegawai, pemegang saham; stakeholder ekstenal: komuniti, customer, LSM; dan stakehoder lainnya seperti: supplier, kelompok SRI (social responsible investors) dan licensing patners. Dengan demikian dalam SC, perhatian manajemen tidak saja harus ditujukan pada standar dasar ekonomi, tetapi juga pada dampak kegiatan perusahaan itu terhadap lingkungan hidup, komuniti, sekitarnya dan masyarakat pada umumnya.
Dewasa ini, menghadapi dampak globaslisasi, kemajuan informasi teknologi, dan ketebukaan pasar, perusahaan harus secara serius memperhatikan CSR. Hanya taat kepada peraturan perundang-undangan belum cukup untuk melindungi perusahaan dari berbagai risiko tuntutan hukum, kehilangan partner bisnis maupun risiko terhadap citra perusahaan (brand risk). Tekanan secara nasional dan internasional sedang dan terus akan berlanjut untuk mempengaruhi perilaku bisnis korporasi. Tekanan ini datang antara lain dari para pemegang saham (yang sadar CSR), LSM, partner-partner bisnis (terutama dari negara yang komuniti bisnisnya peka terhadap CSR) dan advokat yang memperjuangkan kepentingan publik (public interest lawyers)(6). Dikatakan pula oleh para pengamat bahwa ada “mounting public anxiety about the growth of corporate power and the potential for corporate misconduct”. Keadaan seperti inipun perlu dicermati di Indonesia, terutama dalam usaha pemerintah melakukan “economic recovery”.
Mengapa CSR perlu perhatian manajemen
Mempunyai program CSR bukanlah hanya sekedar untuk tunduk pada tekanan publik dan politik. Seperti dikatakan dalam TOR pertemuan ini, pelaksanaan CSR (khususnya yang dikaitkan pada Community Development) telah dianggap pula sebagai “faktor pendukung daya saing” perusahaan bersangkutan. Seperti terungkap dalam suatu survei di tahun 1999 terhadap ribuan responden di dunia (23 negara di 6 benua), maka antara lain:
(a) separuh responden “care about the social behaviour of companies”;
(b) duapertiga responden ingin perusahaan meninggalkan peranan perusahaan yang hanya menekankan pada: membuat keuntungan, membayar pajak, dan menggunakan tenaga kerja; mereka minta agar fokus perusahaan adalah juga bagaimana menyumbang pada tujuan-tujuan masyarakat secara lebih luas (broader societal goals); dan
(c) perhatian masyarakat sekarang lebih pada “corporate citizenship”, ketimbang hanya pada “brand reputation” dan “financial factors”.
[disarikan dari “Global Perception of the Role of Corporations”](7)
Dalam iklim reformasi dan demokrasi di Indonesia sekarang ini, keterbukaan dan akuntabilitas sangat dipentingkan dan diperhatikan oleh publik. Peranan pengawasan publik dilakukan melalui LSM (NGO), sebagai organisasi nir-laba yang pendukungnya menyuarakan berbagai “public issues”, yang punya dampak besar pada penyelenggaraan bisnis di indonesia. Perusahaan harus menyadari bahwa suara LSM ini mempunyai pengaruh besar dan sangat diperhatikan oleh konsumen perusahaan dan karena itu tidak dapat diabaikan(8). Isu bagaimana tenaga kerja mempersepsikan suatu perusahaan juga akan berpengaruh pada rekrutmen pegawai, memotivasi kerja mereka, dan mengusahakan mereka tidak pindah ke perusahaan lain. Tenaga ahli yang cakap sekarang juga sudah mulai memilih perusahaan yang dinilai baik dari segi kepemimpinannya dalam melaksanakan CSR (CSR leadership). Karena itu “faktor pendukung daya saing” juga harus dilihat dari program CSR yang dijalankan oleh perusahaan. Seperti dikutip Wineberg(9) dari suatu survei CEO di Eropa tahun 2002: “.......78% of the chief executives agreed that integrating responsible business practices makes a company more competitive”.
Global Compact telah memasukkan “anti-korupsi” sebagai asas ke-10 (dalam tahun 2003). Dalam tahun yang sama, PBB telah mengeluarkan Konvensi Global Anti-Korupsi, dan yang telah turut ditandatangani pula oleh Indonesia. Dalam pengertian “responsible business practices” di atas, tentunya termasuk pula usaha perusahaan untuk menolak melakukan transaksi yang mempunyai sifat “penyuapan” dan/atau “korupsi”(10).
HAM dan CSR
Sebagaimana didefinisikan di atas konsep CSR berkaitan pula dengan sumbangan perusahaan pada masyarakat antara lain dalam “social investment” dan “engagement in public policy”. Sumbangan ini ditujukan ke dalam (internal) dan keluar (ekternal). Ke dalam, antara lain terhadap tenaga kerja (pegawai), ke luar antara lain terhadap lingkungan hidup, komuniti sekitarnya, dan masyarakat luas.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, Global Compact merupakan nilai-nilai yang mempedomani CSR. Dua dari sepuluh asas dalam GC secara langsung merujuk pada penghormatan HAM sebagaimana diakui oleh dunia internasional(11). Dasar internasional tentang HAM adalah Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Indonesia menghormati UDHR dan telah memasukkan sebagian asas-asas tersebut dalam konstitusi (UUD 1945 yang telah diamandemen). Meskipun memang pada dasarnya negara yang bertanggung jawab tentang penegakan HAM ini, tetapi peranan perusahaan juga tidak kecil dalam turut serta menghormati HAM. Karena GC merupakan pedoman bagi CSR dan GC merujuk pada penghormatan HAM, maka pelaksanaan CSR oleh perusahaan berarti pula kewajiban perusahaan untuk menghormati perlindungan HAM di Indonesia. Ketidaktaatan perusahaan melindungi HAM di Indonesia, terutama yang tertuang dalam konstitusi, akan merupakan pelanggaran serius dari perusahaan bersangkutan.
Namun, dalam kenyataan tidaklah mudah untuk menentukan pelanggaran HAM. Sejumlah masalah yang pernah diajukan dalam konsultasi antara kantor UNHCHR dengan kantor Global Compact(12), adalah antara lain:
(a) mengenai “scope and legal status of initiatives and standards”, apakah dapat menjadi dasar untuk “binding obligations enforceable in national law”; diambil sebagai contoh Voluntary Guidelines on Security and Human Rights, yang baru dapat ditegakan apabila dimasukkan sebagai klausula dalam kontrak-kontrak dengan perusahaan sekuriti;
(b) mengenai legitimasi dari para penyusun “initiatives dan standards”; dalam hal inisiatif dan standar ini diambil-alih (adopted) oleh pemerintah, maka status hukumnya akan menjadi lebih kuat;
(c) mengenai verifikasi (verification) tentang ketaatan perusahaan pada standar perilaku bisnis yang sudah disepakati; bagaimana meningkatkan (improve) verifikasi ini?
(d) mengenai “the meaning of complicity”, sejauh mana perusahaan dapat dianggap “turut serta” dalam pelanggaran HAM, misalnya membayar pajak yang digunakan pemerintah bersangkutan untuk kegiatan yang melanggar HAM? [penyertaan dalam KUHPidana, diatur dalam Pasal 55-56 - yurisprudensi Indonesia belum jelas apakah konsep penyertaan: (i) memperluas tanggung jawab pidana, atau (ii) memperluas perbuatan (tindak) pidana].
Sehubungan dengan luas lingkup suatu perusahaan dapat dianggap turut serta (merupakan pelaku peserta) dalam pelanggaran HAM, dapat berkaitan dengan penggunaan perusahaan (atau tenaga) satuan pengamanan (satpam). Telah sering terjadi bahwa unit (satuan) pengamanan perusahaan melakukan tindakan-tindakan yang melanggar HAM (misalnya mulai dari “menggeledah badan pekerja” sampai dengan “menghalau” demontrasi pekerja). Dengan sendirinya perusahaan bertanggung jawab atas pelanggaran HAM ini, baik secara gugatan sipil (civil laibility), maupun dakwaan kriminal (criminal liability). Akan lebih rumit permasalahannya kalau pelanggaran HAM dilakukan oleh unit pengamanan yang berasal dari Kepolisian atau TNI. Unit pengamanan ini biasanya memperoleh pula bantuan biaya dari perusahaan. Apakah “bantuan biaya” ini dapat ditafsirkan bahwa perusahaan telah “membantu” terjadinya pelanggaran HAM? Ingat bahwa asas Global Compact kedua meminta “that businesses should make sure that they are not complicit in human right abuses”(12)!
Korupsi dan CSR
Global Compact telah menambah asas ke-10, yaitu tentang anti-korupsi, sejalan dengan adanya UN Convention against Corruption. Dengan begitu dapatlah dikatakan bahwa perusahaan-perusahaan yang telah menggabungkan diri (secara sukarela) dalam Global Compact, juga “terikat” untuk “memerangi korupsi”. Untuk Indonesia yang sedang menjalani reformasi di bidang hukum dan sistem peradilan, keterikatan perusahaan untuk “memerangi KKN” tentunya teramat penting. Kenyataan adanya “bribery in the private sector” telah merupakan salah satu faktor yang mempersulit Indonesia melakukan pemulihan di sektor ekonomi, karena ketidakpercayaan para investor pada hukum dan sistem peradilan kita(14).
Untuk negara yang berada dalam keadaan transisi seperti Indonesia, KKN dan pencucian uang (money laundering) merupakam masalah besar. Meningkatnya pertumbuhan kejahatan transnasional telah diakui oleh PBB dengan disahkannya UN Convention against Transnational Organized Crime (2000) yang dianggap sebagai ancaman pada “the integrity of national financial industries”. Masalah ini cukup banyak dibicarakan di Indonesia, dan berbagai studi dan rekomendasi telah pula di ajukan(15). Untuk perhatian kita bersama hanya perlu dikemukakan bahwa pada tanggal 18-25 April 2005 di Bangkok (Thailand) akan berlangsung The Eleventh UN Congress on Crime Prevention and Criminal Justice, dengan tema “Synergies and responses: strategic alliances in crime prevention and criminal justice”. Dari sekian banyak topik agenda, yang relevan dengan pertemuan ini adalah agenda pembicaraan(16):
(1) Effective measures to combat transnational organized crime (dengan antara lain isu: international law enforcement cooperation, including extradition measures);
(2) Corruption: threats and trends in the twenty first century (dengan antara lain isu: criminal justice reform);
(3) Economic and financial crime: challenges to sustainable development (dengan antara lain isu: measures to combat terrorism and economic crime, including money laundering; dan measures to combat computer-related crime).
Tanggung jawab Perusahaan
Sebagian besar perusahaan yang menjalankan bisnis dengan memakai “ijin perusahaan” berbentuk badan hukum (rechtspersoon; legal person) perseroan terbatas (PT). Badan hukum PT ini adalah suatu relaitas (bukan fiksi) dan berupa suatu kontruksi hukum. Dikatakan bahwa badan hukum adalah subyek hukum, sama dengan manusia (natuurlijke persoon; natural person), dengan perbedaan bahwa badan hukum mempunyai hak dan kewajiban yang diberikan oleh undang-undang untuk mengabdi pada kehidupan hukum manusia. Manusia sendiri mempunyai hak dan kewajiban berdasarkan asas-asas kesusilaan dan kemasyarakatan, dan karena itu dikenal adanya hak asasi manusia(17).
Dalam kenyataan kita tahu bahwa badan hukum PT (selanjutnya “korporasi”) berbuat atau bertindak melalui manusia (yang dikenal dalam UU Perseroan Terbatas No. 1/1995 sebagai Direksi). Dalam Pasal 82 dikatakan bahwa “Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili ... baik di dalam maupun di luar pengadilan”. Dengan demikian antara Direksi dan korporasi ada hubungan istimewa yang dinamakan “fiduciary relationship” (hubungan kepercayaan), yang melahirkan “fiduciary duties” bagi setiap anggota Direksi(18).
Dalam hukum perdata telah lama diakui bahwa suatu badan hukum (sebagai suatu subyek hukum mandiri; persona standi in judicio) dapat melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatig handelen; tort). Penafsiran ini dilakukan melalui asas kepatutan (doelmatigheid) dan keadilan (bilijkheid). Oleh karena itu dalam hukum perdata suatu korporasi (legal person) dapat dianggap bersalah melakukan perbuatan melawan hukum, disamping para anggota direksi sebagai natural persons. Oleh karena itu suatu korporasi, secara hukum Indonesia, dapat dinyatakan bersalah (terpisah dari direksinya), berdasarkan hukum perdata (gugatan perdata) karena telah tidak memenuhi CSR, apabila asas-asas dalam Global Compact telah menjadi “binding obligations enforceable in national law” (lihat halaman 5-6 makalah ini: HAM dan CSR).
Berbeda permasalahannya dalam hukum pidana. Dalam ilmu hukum pidana Indonesia, gambaran tentang pelaku tindak pidana (kejahatan) masih sering dikaitkan dengan perbuatan yang secara fisik dilakukan oleh pelaku (fysieke dader). Dalam pustaka hukum pidana modern telah diingatkan, bahwa dalam lingkungan sosial ekonomi atau dalam lalu lintas perekonomian, seorang pelanggar hukum pidana tidak selalu perlu melakukan kejahatannya itu secara fisik. Dikatakan bahwa karena perbuatan korporasi selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia (direksi; manajemen), maka pelimpahan pertanggungjawaban manajemen (manusia; natural person), menjadi perbuatan korporasi (badan hukum; legal person) dapat dilakukan apabila perbuatan tersebut dalam lalu lintas kemasyarakatan berlaku sebagai perbuatan korporasi. Ini yang dikenal sebagai konsep hukum tentang “pelaku fungsional” (functionele dader)(19).
Meskipun KUHPidana kita (yang berasal dari masa Hindia Belanda), belum menerima pemikiran di atas (Pasal 59 WvS 1918) dan menyatakan bahwa (hanya) pengurus (direksi) korporasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum pidana (criminal liability), sebenarnya konsep criminal liability of corporations sudah ada sejak tahun 1955 di Indonesia(20).
Penutup
Dalam konteks pertemuan ini dengan tema “Peran Sektor Usaha dalam Pemenuhan, Pemajuan, dan Perlindungan HAM di Indonesia”, maka ingin ditekankan pada tugas pengurus (direksi) perusahaan (korporasi sebagai subyek hukum mandiri). Pengurusan (dalam Pasal 79 UU PT di pergunakan istilah “Kepengurusan”) dijelaskan sebagai tugas Direksi ”yang antara lain meliputi pengurusan sehari-hari dari perseroan”. Sebenarnya pengurusan adalah lebih daripada “melaksanakan (keputusan RUPS)” dan juga lebih daripada “pengurusan sehari-hari”. Pengurus harus “memimpin”, “menyusun rencana masa depan”, “menyusun program kerja (baru)”, dan “memperinci kebijakan perusahaan”. Dan dalam kaitan CSR, pengurusan ini tidak saja ditujukan ke dalam (stakeholder internal), tetapi juga keluar (stakeholder Eksternal) (lihat halaman 2-3 di depan).
Karena itu pengurus harus juga dapat dalam “kepengurusan”-nya untuk merujuk pada kepentingan umum atau broader societal goals. Dengan ini dimaksudkan kepentingan-kepentingan di luar organisasi perseroan secara langsung, atau lebih tepat mungkin kepentingan dan tujuan stakeholder eksternal, dengan mengacu pada asas-asas Global Compact dan berdasarkan tanggung jawab menurut konsep Corporate Social Responbility.
Oleh: Mardjono Reksodiputro,
Disampaikan dalam Lokakarya Nasional Departemen Luar Negeri RI,
dengan tema “Peran sektor usaha dalam pemenuhan, pemajuan,
dan perlindungan HAM di Indonesia”
Hotel Borobudur, Jakarta (20/12/04)
Sumber: Komisi Hukum Nasional
http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/hukum/hukum5.htm