Praktek dumping merupakan sebuah usaha menjual barang diluar negeri lebih murah ketimbang menjual produknya didalam negerinya sendiri. Bagi Negara yang terkena Dumping jelas merupakan sebuah kerugian besar, karena akan menimbulkan banjirnya barang-barang ekspor yang mampu mengakibatkan produksi dalam negeri kalah bersaing. Apabila para produsen dalam negeri tidak mapu bersaing jelas merupakan kerugian besar. Hal ini dapat memberikan dampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, pengangguran bahkan bangkrutnya industri lokal yang memiliki produk sejenis.
Menurut Ilmu ekonomi dumping diartikan : Dumping is traditionally defined as selling at a lower price in one national market than in anotherr".dikatakan dumping apabila memenuhi 3 kriteria :
(1) Produk ekspor suatu negara telah diekspor dengan melakukan dumping.
(2) Akibat dumping tersebut telah mengakibatkan kerugian secara material
(3) Adanya hubungan kausal (causal link) antara dumping yang dilakukan dengan akibat kerugian (injury) yang terjadi.
Apabila kita tinjau, praktek dumping dapat menguntungkan konsumen, karena konsumen jadi memiliki alternatif barang dengan harga relative murah. Dalam hal ini secara tidak langsung dumping memberikan keuntungan dalam jangka pendek. Namun, apabial praktek ini didiamkan terus menerus, bukan tidak mungkin dumping menciptakan pengangguran akibat tutupnya usaha dalam negeri tersebut.
Di Indonesia sendiri praktek dumping telah dilarang dan telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Ketentuan-ketentuan dalam UU No. 5 Tahun 1999 meliputi perjanjian yang dilarang dan kegiatan yang dilarang. Terhadap perjanjian yang dilarang yang terkait dengan penetapan harga adalah pasal 5, pasal 6, pasal 7, dan pasal 8. Namun pendekatan yang digunakan dalam pasal 5 dengan pasal 7 dan 8 berbeda, pasal 5 termasuk per seilegal sedangkan pasal 7 dan 8 termasuk rule of reason. Terhadap kegiatan yang dilarang terkait dengan menjual di bawah harga pasar adalah pasal 20 (rule of reason).
Jika diperhatikan pengertian dumping sebagaimana yang telah dibahas di atas maka prkatek dumping harus memenuhi 3 kriteria sebagaimana telah disinggung di atas bahwa untuk bisa mengenakan BMAD harus memenuhi kriteria :
1. Produk ekspor suatu negara telah diekspor dengan melakukan dumping.
2. Akibat dumping tersebut telah mengakibatkan kerugian secara material
3. Adanya hubungan kausal (causal link) antara dumping yang dilakukan dengan akibat kerugian (injury) yang terjadi.
Sebagai kesimpulan dari hasil pembahasan dan analisa tersebut di atas maka praktik dumping merupakan rezim dari Hukum Perdagangan Internasional di bawah kendali WTO. Sanksi yang diberikan apabila terbukti melakukan praktik dumping dikenakan sanksi berupa BMAD, apabila pihak yang dikenai sanksi keberatan terhadap BMAD maka dapat mengajukan keberatan ke panel WTO melalui Komisi Antidumping di DSB (Dispute Settlement Body). Sementara menjual harga di bawah harga pasar maupun melakukan predatory price dalam kacamata hukum persaingan akan menghambat adanya persaingan sehat. Praktik dumping dalam jangka pendek menguntungkan konsumen namun pada jangka panjang akan merugikan konsumen dan termasuk industri pesaing yang memiliki industri barang yang sejenis. Tentunya apabila tujuannya untuk menyingkirkan pesaing maka jelas merupakan persaingan yang tidak sehat dan menjadi pengawasan dari KPPU.
DAFTAR PUSTAKA
Huala Adolf dan An-An Chandrawulan, “Masalah-Masalah Hukum dalam Perdagangan
Internacional”, Rajawali Prees, Manajemen, Yakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1994.
John H Jackson and William J. Davey, “Legal Problems of Economics International”, Cases, Materials and Tax (2nd Edition).
Johnny Ibrahim, “Hukum Persaingan Usaha : Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di Indonesia”, Bayumedia, Malang, 2007.
Praktik dumping dalam persaingan usaha oleh Hindari, SH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar